Selasa, 26 Agustus 2008

Dhimam Abror

Mungkin ini adalah tulisan yang terlambat untuk kepindahan Pak Abror.
Tapi terus terang, saya sangat kecewa dengan pindahnya Pak Abror.
Mas Hadi, sahabat saya di kantor, saat itu sempat pulang dari Palmerah-Jakarta, hanya untuk ikut futsal di Gresik.
Kami sempet ngobrol.
Lalu saya ditanya. "Le (dia biasa memanggil saya tole), nek misale Pak Ror (panggilan kami untuk pak Abror) ngejak kowe pindah piye?,"
Saya jawab : "hmm..pertanyaan yang sulit saya jawab,"
Bukannya saya jadi gak loyal lagi sama kantor saya. Bukannya saya ini junior yg g tau terima kasih ke korps saya.
Tapi, bagaimana tidak. La wong Pak Abror ini adalah salah satu alasan kenapa dulu saya berdoa agar diterima kerja jadi wartawan di kantor saya.
Saya sangat kecewa juga karena saya tidak mendengarkan langsung pidato perpisahan dari Pak Ror di kantor. Pas itu saya lagi cangkruk di warung kopi depan kantor. ah, bodohnya.
Selesai perpisahan itu, pulang dari kantor, seperti biasa sebelum tidur, saya smsan dengan pacar saya.
Yang saya bahas juga tentang kepindahan Pak Ror.
Pacar saya menghibur saya dengan jawaban ini. "Yah...mungkin dia pindah untuk membesarkan koran kecil lainnya. Seperti yg sudah dia lakukan di kantor sampeyan,"
Saya langsung membayangkan bahwa Pak Ror adalah seorang Guus Hiddink di PSV Eindhoven, timnas Korsel, Australia, atau Russia.
Pelatih bola yang sukses dengan tim-tim gurem.
Membuat penonton melakukan standing ovation meski toh akhirnya mereka kalah.
Sekarang, Pak Ror akan berlabuh di kantor baru. Kantor yang saya ibaratkan seperti klub bola macam Everton, Nottingham Forest, atau Napoli. Klub-klub besar yang sekarang terpuruk. Sleeping giant, raksasa yang tengah tertidur. Pak Ror mungkin tergugah untuk membangunkan raksasa itu.
Atau, ada sesuatu di kantor yang membuat Pak Ror tidak kerasan?
Macam Jose Mourinho (pelatih klub bola Chelsea) yang nggak suka kalau Roman Abramovich (pemilik klub) ikut campur keputusan jual-beli pemain, yang seharusnya menjadi hak mutlak sang pelatih.
Atau seperti Luis Felipe Scolari, eks-pelatih timnas Portugal yang sekarang melatih chelsea. Yang nggak kuat menolak sodoran kontrak jutaan poundsterling yang diajukan Abramovich.
Entahlah, banyak teori kenapa Pak Ror pindah.
Saya juga sama sekali tak tertarik untuk mencari tahu. Karena apapun itu, Pak Ror tetap pindah.
Saya sempat juga bilang betapa kecewanya saya terhadap kepindahan DA10 (DA=Dhimam Abror, selalu diberi kehormatan memakai nomor punggung keramat 10 di tim bola kantor saya) kepada mas Hadi.
Lalu mas Hadi bilang gini.."yah, kalau Roman Abramovich sudah bilang pindah, kita mau apalagi.."
Benar juga pikir saya. Biar Jose Mourinho pindah ke Inter Milan, Didier Drogba tetap harus bermain. The world keeps on turning, jack!
Sekarang, saya tinggal berharap. Siapapun yang datang sebagai bos baru, punya sifat humble terhadap bawahannya. Yang menganggap bawahan sebagai teman. Bos yang suka guyon. Bos yang tak rikuh main bola sama bawahannya. Bos yang suka Manchester United.
Ah...kayaknya kok nggak mungkin.
Biar sajalah.
Toh, Tuhan mempersilahkan kita untuk berharap. Meskipun muluk dan tedengar tidak mungkin.

catatan:
Dhimam Abror adalah nama eks-pemimpin redaksi saya, yang pindah ke koran lain.

Minggu, 10 Agustus 2008

ponsel

Saya heran kenapa orang Indonesia begitu ngefans sama barang yang satu ini.
Sedemikian hebatnya ponsel, sampai didaulat menjadi barang yang mereka harap, bisa memperlihatkan, atau memperbaiki status mereka.
Sempat mampir ke sebuah sekolahan smp, seorang anak tionghoa main game di ponsel keluaran sony-ericsson yang harganya 2 jutaan.
Pernah juga menunggu teman di sebuah sma di kawasan sma kompleks. Pasangan wali murid, datang dengan sebuah motor butut. Yamaha bebek keluaran 70-an. Si ibu turun. Dengan tergopoh-gopoh dia datang ke satpam. ”Pak saya nitip ini ke anak saya,”
Ibu itu lalu menitipkan sebuah ponsel nokia berkamera 1,3 juta piksel. Yang harganya tentu diatas 1,5 juta.
Ketika saya berhenti sejenak untuk beli martabak di dekat unesa, mata saya tertuju ke sebuah warung kopi di seberang jalan. Dua orang remaja tanggung sedang bersenda gurau. Sambil manggut2, karena seseorang diantara mereka menyalakan keras2 lagu grup band d'masiv dari mp3 player yang ada di ponsel miliknya.
Jalan-jalan ke tunjungan plasa, seorang anak pribumi kaya berumur sekitar 8 taunan, asyik ngobrol ngalor ngidul sambil tetawa-tawa. Entah apa yang diobrolkan, tapi rasanya gak mungkin kalo dia lagi tanya pe-er ke salah satu temannya.
Sambil mengelus dada, saya membayangkan berapa pulsa yang dia habiskan.
Di rumah, mbakyu saya lagi serius membolak balik sebuah tabloid khusus ponsel. Sepertinya dia ingin ganti ponsel lagi setelah belum genap sebulan lalu ganti ponsel untuk entah yang ke berapa kalinya..
Jumatan di masjid kantor, saat khotib jumat bersusah payah bedakwah, seorang pegawai dari kantor depan kantor, memencet-mencet ponselnya. Sepertinya lagi mengutak-atik feature yang ada di ponselnya. Sesekali, dia pamerkan foto-foto yang ada di ponselnya ke teman yang ada disebelahnya.
Di pasar malam dadakan, seorang pembantu rumah tangga genit menguntai-nguntai ponselnya. Bila gerakan tubuhnya bisa bicara, mungkin bilang begini : ”nih, lihat..aku punya ponsel lho...,”
Oh ya, teman sekantor saya kemarin baru saja dapet rejeki. Apa yang pertama dia bilang? ”Wah..bisa ganti baru hape baru nih..,”
Yang paling menyebalkan, sempat saya, bersama westi-pacar saya, makan di warung sate pinggir jalan. Ada pembeli lain (yang keliatannya juga pasangan pacar) di warung itu.
Pembeli ini, dari saya memesan sate, sampai 10 tusuk sate ayam saya habis, obrolannya tidak pernah lepas dari masalah ponsel. Bak pakar ponsel, dia menceritakan dengan detail kehebatan sebuah ponsel kepada sang pacar.
Ketika pacarnya berkomentar salah tentang sebuah ponsel, dengan sigap dia langsung mengoreksinya. Persis makelar hape yang banyak nongkrong di depan wtc.
Yang lebih heran lagi, belakangan pacar saya mendesak saya untuk mengganti ponsel motorola keluaran tahun 2003 yang saya miliki.
Bagaimana tidak heran, wong jelas-jelas ponsel saya masih bisa buat menelepon.
Dan perasaan, setiap saya mengirim pesan singkat, selalu terkirim ke nomor tujuan tanpa berkurang satu huruf pun.